politik

Rabu, 30 Januari 2013

IKLIM GLOBAL


Perhatian terhadap perubahan iklim dan pemanasan global sekarang di Perserikatan Bangsa-Bangsa Konferensi Perubahan Iklim di Kopenhagen, denmark pada 7-18 Desember, 2009. Konferensi ini diharapkan untuk mencapai kesepakatan baru pengurangan emisi global gas rumah kaca setelah berakhirnya Protokol Kyoto pada tahun 2012.

Sebagai salah satu negara tropis dengan luas kawasan hutan, Indonesia diperkirakan akan memainkan peran penting dalam menyerap emisi karbon dioksida yang menyebabkan peningkatan gas rumah kaca di atmosfer. Transtoto Handadhari (Kompas, 7 Desember 2009) melaporkan bahwa hutan Indonesia memiliki penyerapan karbon dioksida sebanyak 25.733 milyar ton belum termasuk hutan gambut dan lahan kering. Pemerintah Indonesia menetapkan target pengurangan emisi karbon 26 persen pada 2020 melalui banyak cara, termasuk pengembangan hutan baru sebanyak setengah hektar per tahun, perluasan hutan masyarakat sekitar 4 juta hektar, dan penurunan panas bintik sekitar 20 persen.

Penurunan emisi karbon dioksida untuk mengatasi pemanasan global tidak hanya responsility dari mereka yang bekerja di hutan, tetapi juga bahwa semua warga negara. Penduduk perkotaan juga memainkan peran penting dalam mengurangi emisi karbon dioksida. Kegiatan manusia yang menggunakan bahan bakar fosil adalah penyumbang besar pemanasan global. Meningkatkan efisiensi penggunaan listrik seperti pencahayaan, pendinginan atau menggunakan alat-alat elektronik dan daur ulang adalah beberapa cara yang dapat ditawarkan untuk mengatasi pemanasan global.

Urban Green Area

Pembangunan perkotaan dapat juga ditujukan untuk menangani pemanasan global. Daerah hijau perkotaan sering dikorbankan dalam perkembangan perkotaan untuk mengikuti dengan cepat pertumbuhan penduduk perkotaan. Jakarta, misalnya, pada tahun 1965 memiliki daerah hijau sebanyak 30% dari total wilayah Jakarta, dan proporsi daerah hijau telah menurun menjadi 9,3% pada tahun 2009. Penurunan daerah hijau juga terjadi di sebagian besar kota di Indonesia. Daerah hijau adalah komponen penting pembangunan perkotaan, tidak hanya untuk membuat kota lebih indah dan lebih hijau, tetapi juga untuk menyerap karbon dioksida dari aktivitas manusia terutama transportasi.

Daerah hijau juga dapat memainkan peran mitigasi dampak perubahan iklim seperti banjir dan kenaikan permukaan laut. Daerah hijau dapat daerah resapan air untuk mencegah banjir. Di daerah metropolitan, seperti Jakarta, kawasan kerentanan terhadap pemanasan global akan menjadi lebih tinggi karena subsidence tanah yang disebabkan oleh eksploitasi air bawah tanah yang luas.

Perluasan daerah hijau harus menjadi salah satu prioritas pembangunan perkotaan di Indonesia. Ideal daerah hijau di daerah perkotaan adalah 30% dari total wilayah perkotaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perencanaan Tata Ruang 26/2007. Nomor ini tidak mudah, tetapi tidak mungkin untuk mencapai baik. Akhir-akhir ini, administrasi tertutup di Jakarta 27 pompa bensin yang terletak di daerah hijau dan dikonversi menjadi daerah hijau. Keputusan seperti itu menunjukkan komitmen yang kuat dari pemerintah Jakarta untuk memperluas wilayah hijau dan dapat diikuti oleh kota-kota lain di Indonesia atau bahkan di dunia.

Urban Mass Transit dan terkapar

Pembangunan perkotaan di daerah metropolitan seperti Jakarta perlu mengembangkan transportasi massal seperti kereta bawah tanah dan monorel. Saat ini transportasi publik seperti busway dan transportasi publik lainnya perlu untuk memperluas layanan dan mengintegrasikan dengan kebutuhan dan keterjangkauan penduduk. Mengubah kendaraan pribadi untuk transit massal atau transportasi publik lainnya akan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Penurunan penggunaan bahan bakar per kapita di sektor transportasi akan secara signifikan mengurangi emisi karbon.

Perencana kota perlu menghindari pemukiman perkotaan. Terpencar perkotaan tidak efisien, tidak hanya dalam penyediaan infrastruktur, tetapi juga dalam konsumsi bahan bakar. Berkaparan perkotaan akan menghasilkan jarak yang lebih lama bolak-balik untuk penduduk dan mengkonsumsi lebih banyak bahan bakar. Perkotaan harus direncanakan sebagai kota kompak. Daerah pinggiran kota harus diarahkan sebagai daerah berdikari dan itu akan mengurangi penduduk pinggiran kota perjalanan dari pusat kota ke daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar